Pertemuan

Kamis, 20 Oktober 2011, Suparman atau yang biasa dipanggil Arman, staf penanganan kasus Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Pusat Sumber Daya Buruh Migran (PSD-BM) bersama Cardi Syaukani dan Wasrun, pegiat buruh migran asal Cirebon Jawa Barat berkunjung ke kantor Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) di Jalan MT Haryono Kav 52, Pancoran, Jakarta Selatan. Ketiga pegiat yang juga aktif di Jaringan Peduli Buruh Migran Indonesia Mekarwangi tersebut ditemui langsung oleh Kepala BNP2TKI Jumhur Hidayat. Selain membicarakan kerja-kerja perlindungan TKI, melalui pertemuan tersebut, Jumhur Hidayat menyampaikan beberapa rencana strategis BNP2TKI dalam penanganan dan upaya perlindungan TKI pada beberapa waktu mendatang.

Salah satunya adalah rencana penerapan sistem dan teknologi biometrik untuk petugas lapangan atau yang biasa disebut masyarakat sebagai sponsor atau calo Perusahaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS). Melalui sistem biometrik tersebut, akan dilakukan pendataan dan pengambilan sidik jari calo TKI, sehingga pemerintah dapat melacak dan mengawasi siapa saja calo di sebuah PPTKIS.

Sistem ini akan berperan penting untuk mengurangi atau memangkas angka kasus perdagangan manusia (human trafficking) terhadap calon TKI yang akan berangkat ke luar negeri. Secara sistem, seorang calo TKI tidak bisa menaruh dokumen calon TKI ke PPTKIS lain selain PPTKIS resmi di mana si calo tersebut sudah terdaftar sidik jarinya.

Pada praktiknya akan seperti contoh berikut: Jumantri merupakan calo yang telah terdaftar di PT. Dalban Jaya, Jumantri tidak akan diperbolehkan memasukkan dokumen pemberangkatan calon TKI ke PPTKIS lain, PT. Bison Sari misalnya, karena pada sistem data BNP2TKI, Depnakertrans, maupun kantor Imigrasi nama Jumantri hanya terdaftar di PT. Dalban Jaya.

Jika benar sistem tersebut akan diterapkan, maka kebijakan tersebut dapat memutus rantai pemerasan, pemalsuan identitas, perdagangan manusia, dan biaya besar migrasi. Selama ini calo bebas memindahkan calon TKI dari PPTKIS satu ke PPTKIS lain bedasarkan uang saku (fee) terbesar yang dapat mereka terima, di mana antar PPTKIS kemudian saling bersaing untuk memberikan uang saku terbesar bagi calo yang berhasil mendapatkan calon TKI.
Sementara, semakin besar uang saku yang diberikan kepada seorang calo akan berdampak pada semakin besarnya beban biaya yang ditanggungkan pada calon TKI, baik melalui biaya langsung maupun pemotongan gaji saat resmi bekerja sebagai TKI. Artinya lagi-lagi pihak yang kemudian diperas dan dirugikan adalah calon TKI.

“Menurut kami, akan sangat beresiko, jika calon TKI tidak sadar dengan apa yang akan terjadi di kemudian hari, karena bisa saja calo TKI menempatkan calon TKI ke PPTKIS yang tidak bertanggung jawab apabila TKI mengalami masalah. Karena di mata calon TKI pada umumnya, hal terpenting bagi mereka adalah mendapatkan uang saku besar, sehingga mereka kurang kritis pada apa yang akan terjadi terhadap diri dan keselamatannya.” tutur Arman.

Bagi keluarga calon TKI, sistem biometrik untuk calo TKI ini akan membantu keluarga TKI guna memastikan pada PPTKIS mana si calon TKI akan ditempatkan. Nama PPTKIS akan dipastikan sesuai dengan surat tugas yang dibawa calo saat merekrut calon TKI. Tantangan lain dari rencana penerapan sistem biometrik ini adalah belum tersedianya payung hukum atau regulasi yang akan mengawal keberlangsungan sistem, baik berupa UU, Peraturan Pemerintah, maupun Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Harapan saat ini kembali disematkan pada pemerintah sebagai lembaga yang mengabdi dan memihak pada kepentingan masyarakat. Secanggih apapun sistem tata kelola yang akan dibangun akan menjadi sia-sia jika kemudian tidak dikelola dengan keterbukaan dan semangat mengabdi pada masyarakat.

Penanganan Yunaifah TKI asal Malang

Malang 28 April 2010.

Pada tanggal tersebut, kami kedatangan keluarga BMI bermasalah diluar negri selama sembilan tahun kurang lebihnya, bliau adalah orang tua korban, Bapak Senari asal Malang Jawa Timur. Menurut keterangan bliau ayah korban, anaknya selama tiga tahun di Negara Hongkong, korban sering berkomunikasi sama pihak keluarga bahkan sangat lancar, setelah masuk ke tahun dua ribu empat, korban sama sekali tidak pernah menghubungi keluarga sampai tahun 2009;

Sehingga keluarga sangat cemas bagaimana sekarang keadaan anaknya yang ada di Negara Penempatan. Orang tua korban sudah mencoba mendatangi pihak PJTKI yang bersangkutan, ternyata sampai sekarang belum ada realisasi, kemudian kami mencoba mendampingi bliau, kemudian kami menfollow-up, kebeberapa pihak, tetapi hasilnya sama saja, tepat pada tanggal 28 Juli 2009 kami mencoba tanya-tanya ke beberapa teman di Hongkong yang terdaftar di yahoo dan facebook kami.

Kemudian kami sempat menanyakan dan mengirim foto-foto korban ke beberapa teman di hongkong, selama durasi satu bulan pun teman-teman kami tidak mengetahui keberadaanya, kemudian salah satu teman di facebook asli orang Malang Jawa Timur, bliau adalah Eko Rahayu orang yang sangat lama bekerja disana, menyarankan kami, agar masalah ini disampaikan ke salah satu temannya, dia adalah seorang Jurnalis Apakabar Indonesia yang berjejaring di Hongkong, pada saat itu Mbak Eko lah yang menghubungi Jurnalis tersebut.

Pada akhirnya setelah menghubungi Jurnalis itu, kemudian Mbak Eko Rahayu mengabari kami, karena Mbak Eko masih di Hongkong kami dikabari melalui media telpon. Kemudia bliau memberikan nomor kantak jurnalis itu, agar kami bisa menghubungi dan berkenalan. Akan tetapi Mbak Eko saat itu sudah menjelaskan semuanya kepadanya, sehingga watu itu kami hanya menyambung kata. Akhirnya kami dimintai alamat lengkap korban dan kronologi permaslahan kata Jurnalis itu untuk dipelajari, saat itu jugak saya mintak alamat email bliau dan saya kirim kronologinya.

Seminggu kemudian tepat pukul 15:00 Wib, pada saat itu kami lupa tidak mencatat tanggalnya, Jurnalis itu mendatangi Rumah Bapak Senari yang ada di Desa Bedali Kec. Gondanglegi – Malang, untuk mewawancarai kedua orang tua korban, dan sambil foto-foto kedua orang tuanya dan nomor telpon yang bisa dihubungi untuk bahan yang akan di naikan ke Media nanti, setelahnya Jurnalis itu menghubungi kami, tapi sayang sekali kami tidak bisa menemui bliau pada waktu itu hujan dan petir di kota Malang sangat luar biasa, karena jarak tempuh dari rumah kami ke rumah korban lumayan jauh, akhirnya sama-sama menyadari kalau harinya tidak mendukung dan bliau memilih pulang.

Sepuluh hari kemudian, banyak sekali telpon masuk, telpon itu dari Hongkong ngaku-ngaku korban, ada yang mengimformasikan kalau korban sudah menikah, ada yang bilang korban punya anak satu sekarang hamil lagi kata orang-orang yang tidak bertanggung jawab tersebut. Kemudian keluarga menghubungi kami agar kami kerumah korban, kemudian saya mendatangi kerumahnya, kami khawatir ada hal –hal yang sifatnya urgent saat itu, kami jugak panik karena nada suara telpon keluarga korban gak kayak biasanya. Setelah saya sampai dirumah korban, keluarganya nangis-nangis ke kami, karena mendengar informasi dari oknum yang tidak bertanggung jawab tersebut. Kemudian kami mencoba agar situasinya kondusif, kami memberikan arahan kepihak keluarga, kalau sekiranya ada kontak lagi dari Hongkong siapapun dia jangan mudah langsung percaya, saya menyarankan, kebiasaan korban sebelum berangkat ke Hongkong apa saja, kami menyarankan memancing omongan oknum itu, kalau sesuai dengan kebiasaan barulah percaya kalau tidak diabaikan saja.

Akhirnya keluarga mengikuti apa yang kami ungkapkan, setelah satu bulan kemudian ada kontak lagi dari Hongkong, dia betul-betul korban, dia adalah Wahyuni anak yang empat tahun hilang tidak ada kabar, karena keluarga masih memegang omongan kami, dia memancing pembicaraan, kemudian disuara telepon itu, menanyakan adik-adiknya, kaka-kakakya, sepupunya, dan seorang laki-laki yang mau menikahinya, lah disitulah keluarga mulai percaya kalau dia adalah anaknya wahyuni yang selama ini tidak ada kabar sama sekali.

Kemudian dengan haru keluarga sambil menangis dan mengabari saya jugak sambil terharu, kami disuruh kerumahnya, kemudian saya mendatangi rumah korban, bapaknya, ibuknya, kakak dan adiknya, merangkul kami sambil menangis terharu kalau anaknya sudah menghubungi, sejak saat itulah korban sering menghubungi keluarga bahkan tiap minggu sampai sekarang, akhirnnya kami jugak menghubungi Jurnalis dam Mbak Eko Rahayu itu mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya, bliaulah yang membantu kami sehingga korban ditemukan keberadaannya. Setelah itu kami galih ternyata korban ada di Macau bukan di Hongkong. Yang kami sayangkan sampai saat ini, kami belum pernah bertatap muka dengan Jurnalis tersebut.

Demikian informasi dari kami Sumber . (AR)

Menangani Kasus Sendiri

Sebenarnya diriku senang mendengarnya kadangkala saya juga dilema mau menjalaninnya, sebenarnya saya berperang dengan prinsip yang saya punya, dimana saat-saat ini saya ada tawaran bekerja, tawaran itu memang menghasilkan, akan tetapi saya tidak tau nanti mudorotnya, apakah saya seperti yang dulu atau tidak. Saya sudah mencoba merenungkan ini, sehingga saya meminta pertimbangan ke teman dekat saya, apakah saya mampu menjalani ini semua.

Karena saya sudah berkomitment pada diriku sendiri, bagaimanapun caranya dan apapun rintangannya saya ingin bersama-sama dengan teman-temanku yang selama ini merasakan suka dan dukaku, saya sempat berfikir mau kemana saya ini, karena aku merasa kehilangan apabila saya menjauhi mereka. hanya merekalah yang banyak memberi kepadaku, mulai dari motifasi, ilmu, dan materi. hanya merekalah yang menyayangiku selama ini. Saya tidak kuasa menahannya kalau suatu saat mereka jauh dariku, saya memohon kepadanya mudah-mudahan mereka mau mendoakanku dan mendukungku diperjalanan baruku ini.

amin ya robbal alamin

Penanganan Nurhafifah

Jakarta -- Malam ini rekan kami Arman dari Paguyuban Paseban-Malang melaporkan 2 kasus yang dialami 2 buruh migran perempuan. 1 kasus terjadi di Taiwan. Buruh migran perempuan asal Desa Kanigoro-Malang, selama 6 bulan ini mengalami luka berat akibat kecelakaan. Kondisi tersebut membuatnya sulit bekerja. Meskipun demikian majikannya tidak mau memberinya ijin untuk pulang. Kasus lainnya terjadi di Saudi Arabia. Seorang buruh migran asal Gondangdia-Malang telah dianiaya oleh majikan dan selama 3 tahun gajinya tidak dibayar. Besok Arman akan mengirim detail kasus tersebut via email.

Mulai sekarang kami menyarankan teman-teman paguyuban agar mengirimkan berkas laporan kasus via email. Yang selama ini dilakukan, yakni pengiriman via faks, dirasa tidak efektif. Karena dokumen yang dikirim via faks harus berkali-kali difotokopi untuk kemudian diserahkan kepada mereka yang menangangi kasus tersebut. Dengan email, dokumennya bisa langsung dikirim. Selain itu keuntungan lain dari email adalah kami punya back-up data kasus yang tersimpan di dalam inbox email. [rp]

Penanganan Suwarti

Jakarta -- Hari ini kami kedatangan keluarga TKW bermasalah dari Jawa Tengah, Bapak Tarisun, asal Desa Pamijen Grumbul Kedung Kandang, RT 05 RW 04 Kecamatan Sokaraja, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Kedatangan Bapak Tarisun ke Mekarwangi untuk meminta bantuan permasalahan istrinya di PJTKI Mitra Makmur Jaya Abadi, Jakarta. Ia hamil tiga bulan dan pihak PJTKI tidak memulangkan ke daerah asal. Rencananya TKW akan di PKL kan sebagai ganti rugi apabila keluarga tidak menebus biaya sebesar tiga juta rupiah.

Divisi Advokasi Jaringan Mekarwangi mengupayakan menyelesaikan permasalahan TKW atas nama Suwarti yang akan dipekerjakan di Negara Hongkong sebagai PLRT (Penata Laksana Rumah Tangga). Kami dan keluarga datang ke pihak PJTKI Mitra Makmur Jaya Abadi yang ada di Jakarta. Saat menemui stafnya, kami menceritakan kronologi permasalahan sehingga PJTKI meminta tebusan ke keluarga sebesar tiga juta rupiah. Setelah itu kami berdiskusi satu jam lebih bersama stafnya. Ternyata itu semua akal-akalan sponsor, atas nama Handoyo yang meminta ke pihak keluarga agar mengembalikan uang saku sebesar dua juta rupiah yang sudah diberikan ke TKW.

Setelah itu kami mengontak Ketua Paguyuban SERUNI, Banyumas untuk mengabarkan bahwa kami yang ada di Jakarta sudah menyelesaikan permasalahan TKW a/n Suwarti tanpa mengeluarkan biaya sama sekali. Lalu kami pulang dari PJTKI menuju Tebet ke rumah salah satu Relawan Mekarwangi.

Tepatnya pukul 14:15 Bapak Tarisun dan Suwarti berangkat lagi ke Terminal Kampung Rambutan untuk meneruskan perjalanannya menuju rumah kediamannya di Jawa Tengah. Kasus Selesai. [sp]

***

Jakarta -- Today we received Mr Tarisun, a family of Suwarti, a woman migrant worker from Pamijem Village, Kedung Kandang Sub-Village RT 05 RW 04, Sub-district of Sokaraja, District of Banyumas, Central Java province. Mr Tarisun's visit to Mekarwangi was to seek paralegal assistance relating to the case faced by his wife who was held at Mitra Makmur Jaya Abadi, a recruitment agency in Jakarta. She is three months pregnant and the recruitment agency has not returned her to her home town. The agency planned to have her work elsewhere in order for her to cover a fee of three million rupiah [approx USD 30] because she is ilegible to work abroad.

Mekarwangi's Advocacy Division is committed to provide paralegal assistance to resolve this case faced by Suwarti who intended to work in Hongkong as a domestic worker. We went with the family to Mitra Makmur Jaya Abadi recuitment agency in Jakarta. When we met the staff, we explained the chronology of the case including the three million rupiah the family was asked to pay. After that, we discussed about this matter for nearly an hour. The staff said that the financial requirement was the idea of Mr Handoyo, the broker/middleman. He wanted the family to return the money he had given Suwarti as pocket-money or lumpsum.

After the case was clear, Mr. Tarisun was allowed to take Suwarti out of the recrutiment agency without having to pay anything. We contacted Head of Seruni CBO in Banyumas to inform them that Suwarti's case has been handled. Then we left the agency and went to Tebet, the house of one of Mekarwangi's volunteer.

At around 14:15 Mr. Tarisun and Suwarti went to Kampung Rambutan Bus Terminal to continue the journey to their hometown in Central Java. [sp]

Penanganan Nurlaila

10 Maret 2009
Minggu ini staff Kedubes Syria, Abd Kholiq Zhahron, menelpon Koordinator Divisi Advokasi Mekarwangi, Arman, di kediamannya di Malang. Setelah itu, Arman menghubungi kembali Bapak Kholiq di Damaskus, Syria untuk menanyakan perkembangan kasus Nurlaila BT Wirtomo, TKW asal Gebang, Cirebon, Jawa Barat. Sudah sebulan kami melakukan follow-up kasus ini dengan BNP2TKI dan Kebudes Syria.

Bapak Kholiq sempat kesulitan menyelesaikan permasalahan TKW karena TKW sudah gonta ganti majikan sebanyak 8 kali. Pada hari Kamis, 5 Maret 2009, Arman meminta ke Bapak Kholiq agar mengupayakan TKW untuk segera dipulangkan ke tanah air mengingat TKW telah terkatung-katung di Damaskus selama 6 bulan. Beberapa jam kemudian Pak Kholiq telpon lagi ke Arman dan mengatakan siap memulangkan TKW ke tanah air asalkan yang memberangkatkan mau bertanggung jawab.

Setelah itu Arman mengontak Koordinator Mekarwangi, Bapak Cardi Syaukani yang berada di Cirebon, agar mengabari keluarga TKW tentang kepulangan Nurlaila tanggal 8 Maret 2009, tiba di Indonesia tanggal 9 Maret 2009. Kemudian Arman berangkat dari Malang menuju Jakarta. Sejak di Malang dan setelah sampai di Jakarta, Arman berkoordinasi dengan Bapak Jimin, staf Depnaker, Bapak Henri Sitanggang dan Ibu Riana Puspasari.

Tepat jam 10:30 hari Senin tanggal 9 Maret 2009, Arman beserta Bapak Henri Sitanggang dan Ibu Riana Puspasari, berangkat ke Terminal 4 Bandara Soekarno Hatta untuk menjemput Nurlaela. Kami menunggu selama 8 jam. Sambil menunggu, kami mengontak Bapak Arieya Sutrisno selaku Koordinator Pakubumi, paguyuban di Cirebon. Kami minta tolong agar ia stand-by dengan keluarga untuk memudahkan komunikasi dengan pihak keluarga TKW.

Sekitar jam 18:25 kami bertemu dengan Nurlaila di terminal 4. Arman mengontak keluarganya untuk memberitahu bahwa kami sudah bertemu dengan TKW. Keluarga merasa senang dan bahagia karena anak yang sudah setahun enam bulan tidak bertemu akhirnya kembali ke tanah air. Selanjutnya kami mengarahkan TKW agar melaporkan kasusnya ke tempat pengaduan untuk mendapatkan BAP. Setelah BAP selesai, kami memberitahu soal mobil pemulangan atau dinamakan Travel. Nurlaila menggunakan jasa Pemulangan Travel Kopenda.

Akhirnya Nurlaila bisa pulang ke Cirebon. Kasus Selesai. [sp]

Penanganan Nurkhafifah

Malang, pada tanggal 19 Maret 2009 Bapak Marola mendatangi Sekretariat Paseban untuk mengadukan permasalahan adiknya yang dipekerjakan sebagai peñata laksana rumah tangga di Arab Saudi.

Marola adalah kakak TKW Nurhafifah BT Sukari Sarbini yang beralamatkan Desa Sumbernongko RT. 11 RW.07 Kec. Pagak Kab. Malang.
Beliau mendapat informasi bahwa adiknya telah meninggal di Arab Saudi sejak 16 September 2008 lalu, sekitar bulan puasa Rhamadhon 1428H. Korban di pekerjakan di Arab Saudi No Pasport AK 412880 dan ditempatkan di Majikan Omair Saad Abdurohman Al Syahrani, yang berada di Jaddah.

Pihak keluarga sangat curiga atas kematian ini, karena pada tanggal 16 September 2008 Nurhafifah sempat melakukan kontak dengan keluarga dan memberi kabar bahwa dirinya akan dipulangkan ke Indonesia tiga hari lagi. Dia mengatakan bahwa tiket sudah dibelikan majikan, tinggal nunggu waktu kepulangan. Bahkan dia sering melakukan komunikasi via telpon dengan kakaknya yang berada di Jakarta. Anehnya, beberapa bulan kemudian tiba-tiba ada informasi bahwa Nurhafifah Telah Meninggal pada tanggal 16 Romadhon 1428 H di Saudi Arabia.

Saat ini pihak keluarga meminta kepada pihak PJTKI dan majikan agar Jenazah Nurhafifah segera dipulangkan ke Indonesia, sekaligus menuntut seluruh hak-hak korban dipenuhi secepatnya mengingat kematian korban tidak wajar.

Arman sebagai bagian Divisi Advokasi dari Jaringan Mekarwangi kemudian datang ke rumahnya yang berjarak 40 km dari sekertariat Paseban yang berada di Desa Kanigoro, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Malang. Lalu mulai mengidentifikasi kronologi Permasalahan, dan melakukan koordinasi dengan Bpk. Teddy Wiryawan dari bagian kasus Disnakertrans Malang, I Gusti Made Arka dan Bapak Jimin selaku Staff Disnaker yang berada di Jakarta. Beliau siap membantu kepulangan jenazah Nurhafifah, dan bersedia mengurus hak-hak nya sampai tuntas bila terhambat oleh berbagai kesulitan.
Sampai saat ini anggota Paseban (Paguyuban Sambung Rasa Keluarga Buruh Migran) terus berkordinasi dengan Jaringan Mekarwangi yang ada di Jakarta, untuk menindak lanjuti kasus ini. [cb/sp]

Penanganan Kasus Suciati

Jakarta 02 Oktober 2011.

Pada tanggal 3 Oktober 2011, saya menjalankan tugas sebagai pendamping yang mana semestinya kami dari Malang mendapatkan pengaduan dari keluarga TKI bermasalah, kemudian kami menindak lanjuti kasunya ke Jakarta, kemudian kami sampai di salah satu tempat di Jakarta, kami menginap dirumah teman, yang mana teman tersebut adalah orang yang punya kepedulian besar terhadap TKI bermasalah.

Pada tanggal 5 Oktober 2011, kami menindaklanjuti kasus tersebut ke BNP2TKI, kemudian kami mendiskusikan kasus ini kepihak yang bersangkutan, agar membantu kasus yang kami tangani, kemudian bliau staf BNP2TKI bagaian Aspac dan Timteng, mengarahkan kami agar kasus ini di sampaikan ke pihak CC ( Crises Center ) kemudian kami menyampaikan kronologi pengaduan tersebut. Pada saat itupula kami Jaringan Mekarwangi menindak lanjuti kasus tersebut sampai ke Kemlu BHI yang ada di Jakarta, agar membantu menyelesaikan, disitu pula kami mendapatkan gambaran atau pengalaman baru yang disampaikan pihak staf Kemlu.

Tepat tanggal itu pula kami kedatangan keluarga TKI, dimana keluarga TKI itu atas nama Bapak Tuki selaku Paman dari TKI bermasalah atas nama Suciati BT Jumari yang mengalamo penyekapan di Negara Saudi Arabia yang letak di Jl. Tahlia N0,22 Bahar Arodi, Po. Box, 271019 Riyad 11335. KSA. Kantor11352 Riyad. TKI asal Desa Brongkal RT15/04 Kecamatan Pagelaran Kabupaten Malang.

Menurut Informasi dari keluarga yang kami galih saat itu, selama di Saudi Arabiah TKW mengabari keluarga yang ada di Malang setahun kadang-kadang 3 kali, artinya komunikasi tidak lancer, anehnya lagi pada tanggal 28 September 2011, korban menghubungi keluarganya bahwa korban tidak akan dipulangkan seumur hidupnya, sehingga ada rasa kekhawatiran dari keluarga, keluarga sudah berupaya kepihak yang bersangkutan, seperti sposor di daerah agar mengurusnya, tetapi sponsor sangat ruwet tidak ada respon sama sekali. Kemudian Bapak Tuki selaku paman korban melaporkan kasus ini kepihak Polisi terdekat, kemudian Pihak Kanit tersebut menghubungi kami Advokasi Jaringan Mekarwangi untuk membantu menyampaikan kasus ini kepihak yang bersangkutan.

Setelah itu Kanit Reskrem Kecamatan Pagelaran mengarahkan keluarga ketempat kami, kemudian, kami menindak lanjuti dan mendata mencari tau informasi tersebut,
kemudian Advokasi Mekarwangi pulang ke Malang, mendatangi pihak Sponsor agar pro aktif membantu dan menghubungi pihak-pihak yang memberangkatkan, setelah dari sponsor, Advokasi Mekarwangi tepat tanggal 20 Oktober 2011, menghubungi Staff BHI Kemlu di Jakarta menanyakan perkembangan sejauh mana proses yang diadukan BMI a/n Suciati BT Jumari, akan tetapi staff BHI Kemlu menyampaikan ke Advokasi Mekarwangi, bahwa sampai saat ini belum ada informasi yang tertulis dari KBRI Riyad, kemudian kami menghubungi keluarganya yang ada di Malang Jawa Timur, kalau kasus yang dialami Suciati BT Jumari belum ada perkembangan

Penanganan RINA

Jakarta 11 Mei 2011.

Saat Pukul 15:00 Saya dihubungi oleh Staf PJTKI Reka Wahana Mulya, memberitahukan bahwa kasus yang kami tangani mengenai Klaim Asuransi TKI atas Nama RINA BT KANDAR. Yang beralamatkan di Dusun 01. RT 01. RW.02 Desa Babakan Gebang Kecamatan Babakan Kabupaten Cirebon. Sudah keluar, kemudian saya menghubungi keluarga Rina BT Kandar yang bekerja sebagai Penata Laksana Rumah Tanggga. Dipekerjakan di Majikan atas Nama Muhammad Shaleh Raqib. Decngan Pasport XD.337285. dan AN.197763.Yang diberangkatkan ke Negara Jordania, kronologi permasalahan pada tanggal 25 Oktober 2009 dan pulang ke Indonesia 29 Desember 2010,

Kemudian RINA dan Swami Sukardi berangkat dari Cirebon menuju Jakarta. Rina dan Sukardi berangkat ke Jakarta melalui transportasi Cirebon Expres (CIREX). Tiba di Jakarta tepat pukul 20:00. Kemudian Rekan Mekarwangi menjemput Rina dan Sukardi ke Stasiun Jati Negara, sesudahnya dari Stasiun menuju meneruskan perjalanan ke Tebet yang ada di Menteng Dalam ke rumah Relawan Mekarwangi dan bermalam di Rumah Relawan tersebut.

Kemudian pada tanggal 11 Mei 2011 pukul 12:00, kami dan Rina meneruskan perjalan menuju ke BP3TKI yang ada di Jalan Penganten Ali Ciracas Jakarta Timur, untuk proses serah terima Klaim Asuransi. Beserta perwakilan dari PJTKI yang menyaksikan serah terima klaim,

Setelah tiba di BP3TKI ternyata yang terjadi tidak sesuai harapan, sehingga kami dan Rina tidak mau menerima Klaim Asuransi tersebut dikarenakan tidak sesuai harapan, hanya 3 juta dua ratus lima puluh ribu rupiah, karena pihak Klaim Asuransi mengacu ke BAB yang dibuat oleh BNP2TKI yang ada di Bandara Terminal 4, kemudian Jaringan Mekarwangi rencananya besok akan menindak lanjutin klaim ini ke BNP2TKI yang ada di Jakarta.

Kemudian Mekarwangi minta di BAB ulang, untuk bahan pendukung pengurusan Klaim Asuransi yang diharapkan oleh Rina BT Kandar mantan TKI asal Cirebon yang mengalami permasalahan kecelakaan kerja di Negara Jordania. Setelah itu kami dan Rina sesudah di BNP2TKI, kami langsung ke Rumah Sakit Kapolri Sukamto di Kramajati Jakarta Timur, untuk meminta Resume dari Dokter untuk pendukung pengurusan klaim asuransi selanjutnya.

Penanganan Zubaidi

PAGELARAN Pada tanggal 18 Pebruari 2011. Paguyuban Paseban yang terletak di Desa Kanigoro Pagelaran Kabupaten Malang, kedatangan keluarga TKI yang meninggal di Negara Malaysia, kemudian keluarga menceritakan kronologi permasalahan kepada Advokasi Mekarwangi Arman di rumahnya. Saat itu, Mustofa kakak TKI menyampaikan bahwa TKI meninggal bukan karena kecelakaan atau hal yang lain yang mengaitkan majikan. TKI satu anak itu meninggal karena penyakit darah beku yang menyebar ke saraf otak. Karena adiknya di Malaysia bersetatus illegal akhirnya Mustofa kaka TKI memintak arahan kepada Arman Advokasi Mekarwangi.

Saat itu jugak advokasi Mekarwangi menghubungi saudara sepupu dan istrinya TKI /Zubaidi yang saat ini masih di Malaysia, akhirnya Advokasi Mekarwangi mendapatkan Informasi bahwa benar Zubaidi alias Hasan Bisri meninggal karena sakit di Rumah sakit Sungai Bulu Selangor Malaysia, setelah mendapatkan Informasi dari Istri dan saudaranya yang sama-sama bekerja di Malaysia, nama yang tercantum di Pasport bukan Zubaidi melainkan Hasan Bisri. Setelah itu Arman menghubungi pihak Muspika Pagelaran karena ini pemberangkatan Ilegal dan memanipulasi dokumen, Arman mengaitkan pihak yang berwajib, kemudian dari pihak kepolisian dan Camat Pagelaran dan Perangkat Desa Brongkal mendatangi Rumah Duka.meminta penjelasan kepihak keluarga.

Setelas berdiskusi selama satu jam lebih dengan pihak keluarga, dari pihak kepolisian sepakat akan mendatangkan tim dokter asal Kabupaten Malang untuk melakukan otopsi memastikan apakah benar bahwa Hasan Bisri itu betul-betul keluarga Mustofa. Setelah mendapatkan penjelasan seperti itu kemudia Arman menghubungi Bapak Hariadi kepala UPT3TKI di Jawa Timur dan BP2TKI Bapak Sueb agar mengondisikan pemulangan Jenazah Zubaidi mengingat TKI bersetatus Ilegal. Setelah itu Arman menghubungi pihak UPT3TKI bahwa Jenazah melalui penerbangan Malaysia Airlains penerbangan pukul 16:30 jam Malaysia, tiba di Juanda Surabaya 18:10 Wib.

Jenazah Zubaidi alias Hasan Bisri dibawa pulang oleh keluarganya menuju rumah halaman yang terletak di Desa Brongkal Kecamatan Pagelaran Kabupaten Malang, dibawa mobil ambulance yang disediakan oleh pehak Dewan komisi IV Kepanjen Malang. Karena pihak DPRD Bapak Sanusi MSi hanya bisa membantu menyediakan mobil Ambulance dan Sopir beserta bahan bakar secukupnya. Disaat pulang dari Juanda Surabaya Arman CS mengalami musibah, mobil yang ditumpangi lepas roda depan kanan , sehingga perjalanan menuju kampung halaman tidak mulus, sehingga perjalanan kami tertunda selama 3 jam lebih, setelah itu Arman mencari bengkel terdekat di Jalan Raya Sidoarjo untuk membenahi roda depan yang lepas agar bisa cepat tiba di kampong halaman.

Satu jam lebih orang bengkel tersebut membenahi mobil Ambulance, akhirnya selesai sudah, dan kami meneruskan perjalanan ke Malang. Tepat pukul 23 lebih Ambulance tiba di rumah duka, segitu banyaknya kerabat dan Masyarakat sekitar ingin melihat Jenazah Zubaidi alias Hasan Bisri, sehingga dari pihak kepolisian Pagelaran dan tim Dokter untuk memastikan apakah Jenazah benar-benar Zubaidi susah untuk masuk ke dalam rumah duka. Akhirnya pihak Kepolisian dan Perangkat Desa setempat menghimbau masyarakat kecuali keluarga dilarang keluar dulu, akhirnya satu-persatu menyadari masyarakat keluar, setelah itu didalam rumah duka hanya ada tim Dokter Kepolisian Perangkat Desa dan kami sendiri, akhirnya dimulailah membuka peti Jenazah untuk dilihat raut wajah Zubaidi alias Hasan Bisri, setelah dibukak hanya wajah Jenazah, akhirnya pihak keluarga mengakui bahwa Jenazah itu betul-betul Jubaidi alias Hasan Bisri, kemudian Arman Advokasi mekarwangi mendiskusikan kasus ini kepihak Muspika Pagelaran, bahwa ini benar artinya sudah bisa di pertanggung jawabkan. Dan pihak keluarga akhirnya memutuskan untuk pemakaman esok harinya. Kemudian Arman, Muspika Pagelaran, dan Perangkat Desa pamit kepihak keluarga mengucapkan bela sungkawa, akhirnya kami pulang kerumah dan kasus selesai

Sumber Informasi. Sp. Paseban Kanigoro Pagelaran Malang.

Penanganan Pipit

Pipit sudah bekerja di Damam selama 5 tahun. Sekarang dia ingin pulang ke kampung halamannya di Malang. Masalahnya gajinya selama 5 tahun belum dibayar majikannya. Sebenarnya gaji 2 tahun pertama sudah dibayar majikan di akhir masa kontrak 2 tahun itu. Namun berhubung kontrak kerja Pipit dengan majikan itu diperpanjang, si majikan menarik kembali gaji 2 tahun yang sudah diserahkan ke Pipit. Alasannya uang itu ingin dipinjam dulu untuk beli mobil. Ternyata Pipit menghadapi kesulitan untuk meminta uang gaji yang dipinjam majikan itu ditambah 3 tahun gaji berikutnya. Karena itu Pipit menghubungi keluarganya di Malang untuk minta bantuan.

Pak Arifin, ayah Pipit, bingung harus minta bantuan kemana karena orang-orang di desanya belum tahu bagaimana cara menangani kasus seperti ini. Lalu ada seorang teman Pak Arifin yang memberi informasi soal paguyuban peduli buruh migrant di Desa Kanigoro. Pada awalnya Pak Arifin ragu-ragu untuk mendatangi paguyuban karena takut biayanya mahal dan tidak percaya paguyuban berniat baik. Namun karena Pak Arifin tidak tahu lagi harus kemana maka beliau beranikan diri ke paguyuban. Kata Pak Arifin dia merasa lega setelah mengetahui kantor paguyuban ada di Balai Desa. Ini berarti nggak main-main, katanya. "Saya semakin percaya setelah masuk ke dalam kantor paguyuban dan saya lihat di dalam kantornya ada mesin ini [sambil menunjuk komputerku]. Berarti paguyuban ini nggak main-main karena punya alat itu dan saya lihat Pak Man [Arman] pakai alat itu.

Setelah itu Arman menulis kronologi permasalahan yang sudah disampaikan oleh Bapak Arifin orang tua TKW. kemudian Arman menjelaskan ke Bapak Arifin, bahwa menangani kasus tki tidak mudah dan tidak gampang, akhirnya Arman meminta ke orang tua TKI, agar ada salah satu keluarga yang mewakili untuk mengadu permasalahan TKI a/n Pipit. Akhirnya Bapak Arifin sendiri memutuskan untuk berangkat ke Jakarta untuk menyampaikan ke PJTKI yang bersangkutan, setelah sampai di Jakarta Arman dan Bapak Arifin, datang ke rumah salah satu Relawan Paguyuban. Karena perjalanan Malang - Jakarta lumayan jauh Akhirnya Arman dan orang tua TKI Bapak Arifin istirahat sejenak sambil numpang mandi, setelah itu Arman, Bapak Arifin, Dan Kordinator Mekarwangi Bapak Cardi Syaukani saat itu, melanjutkan perjalanan ke PJTKI yang bersangkutan.

Akhirnya kami bertiga naik taksi dan salah turun, seharusnya turun di Kampung melayu malah turunnya sangat jauh dari kampong melayu, karena kami bertiga berpatokan Jembatan Layang ternyata bukan jembatan layang itu yang kami maksud. Karena di Ibu Kota sangat banyak jembatan layang yang sama, mungkin Arman kelelahan karena selama di kereta tidak bias istirahat karena kereta yang di tumpanginya kelas ekonomi, itulah yang menjadi factor kelelahannya. Akhirnya tepat jam 11 siang kami bertiga berjalan kaki mencari kantor PJTKI tersebut sampai ketemu. Disitulah panas dan segala macem menemani kami bertiga. Akhirnya ketemulah PJTKI tersebut, dan Bapak Arifin awalnya yang menghadap ke Staf kantor menyampaikan permasalahan anaknya yang bermasalah di luar negri. Kemudia Arman hanya mendampingi dari belakang, setelah itu Arman jugak menyampaikan sekaligus menympaikan kronologi yang sudah ditulisnya, akhirnya staf PJTKI sok sibuk menghubungi Agency atau perwakilannya disana. Akhirnya Arman jugak berbicara banyak dengan staf PJTKI intinya agar kasus ini di selesaikan. Kemudian staf kantor meminta nomor Kontak Arman agar mudah menyampaikan informasi apabila ada informasi dari Agency di Luar negri.

Setelah itu Arman, Pak arifin dan Bapak cardi Syaukani, pamit untuk pulang dari kantor PJTKI, tetapi tidak berhenti disitu mereka bertiga langsung mendatangi BNP2TKI yang ada di Jakarta jugak, melaporkan kasus ini mengantisipasi PJTKI tidak mau menangani permasalahan ini, Arman bertiga dari kampung melayu Jalan kaki sambil melihat pemandangan di Jakarta, karena Bapak Arifin hanya pertama kalinya ke Ibu Kota, sehinngga ada kesan yang unik, karena Bapak Arifin sampai terheran-heran melihat gedung-gedung tinggi di Jakarta, setelah tiba di BNP2TKI Arman sempat kebingungan karena Arman dan Pak Cardi sudah ada di dalam di Lantai 2, justru Bapak Arifin tidak ada di belakangnya, akhirnya Arman lari lagi kebawah mencari Bapak Arifin, karena saking paniknya karena Bapak Arifin tidak penah tau Ibu Kota, Arman tergesa-gesa kebawah, eh ternyata bapak Arifin duduk nyantai sambil ngerokok menghadap ke barat, setelah itu Arman menanyakan ke Bapak Arifin kenapa tidak ikut masuk, ungkap Bapak Arifin saya malu ini kantor bapak Cardi Syaukani saya sungkan ikut masuk, akhirnya Arman menjelaskan ini bukan kantor Bapak Cardi Syaukani, ini adalah sama kayak tadi mengadukan permasalahan karena BNP2TKI ini yang menempatkan anak bapk keluar negri cuman di wakilin oleh PJTKi, itu ungkap Arman.

Akhirnya Bapak Arifin masuk kedalam ruangan lantai 2 namanya Crisis Center BNP2TKI, terus Arman mengadukan PJTKI yang sudah memberangkatkan anaknya Bapak Arifin yng mengalami permasalahan di Luar Negri.

Tiga hari kemudian, Pipit menghubungi keluaraganya yang ada di Malang bapak Arifin, bahwa Pipit sudah digaji oleh majikan, setelah itu Bapak Arifin menghubungi Arman, kebetulan waktu itu Arman masih di Jakarta, ada di rumah Relawan Paguyuban Ibu Riana Puspasari yang ada di Jakarta Selatan. setelah itu Arman meminta agar Bapak Arifin kasih nomor majikan Pipit, setelah itu Arman menghubungi Pipit lewat telekom genggamnya, saat itu jugak Arman dan Ibu Riana sempat bicara dengan Pipit. Arman memberikan arahan agar Gajinya segera dikirim ke keluarganya yang ada di Malang. Ungkap Pipit bapak belum punya Regkening, akhirnya Arman Telpon langsung ke Malang, menghubungi Bapak Arifin agar segera membuat buku Regkening. Setelah itu besoknya Bapak Arifin membuta Buku Regkening BNI.

Pada saat itu jugak Bapak Arifin memberikan nomor Regkening tersebut ke Pipit, akan tetapi majikannya memang licik, majikannya tidak mau mengantar ke Bank untuk transfer ke Indonesia, majikannya mau transfer ke Indonesia asalkan pipit gak usah ikut ke Bank, alas an Majikan Iqomah Pipit mati dan tidak berlaku. Akhirnya gaji itu tidak jadi di transfer karena TKI sendiri takut gajinya tidak dikirim ke orang tuanya. Akhirnya Arman menghubungi lagi ke Pipit menghimbau agar gajinya disimpan baik-baik, karena sudah jelas majikannya tidak mau mengantarkan ke Bank, Himbauan Arman kalau memang darurat agar gaji itu dibawa dan ditaruh yang rapat, ungkap Arman di taruh di sekeliling perut, tidak jadi persoalan walaupun kayak orang hamil. Itu ungkap Arman.

3 bulan kemudian kasus ini berlajut, karena keluarga majikannya pipit kecelakaan, dan gaji yang sudah di tangan Pipit pupuslah sudah, karena majikannya meminta paksa untuk di pinjam dulu,untuk biaya di rumah sakit. Akhirnya keluarga Pipit terus menerus menghubungi Arman. Agar bias membantu Pipit, Arman Akhirnya pontang panting lagi Fullow-up ke beberapa pihak yang terkait, kemudian sekitar berjalan 8 bulan Arman menunggu kapan kasus ini selesai. Setelah penanganan hampir mau setahun, kemudian Arman dihubungi PJTKI yang bersangkutan, kalau Pipit akan segera dipulangkan dalam waktu dekat, karena Pipit sudah ada di Agency atau perwakilan PJTKI. Disitulah majikannya pipit menyelesaikan di kantor Agency.

Dua hari kemudian Pipit menghubungi keluarganya kalau Pipit sudah tiba di Jakarta agar keluarga menjemputnya ke Bandara Juanda Surabaya. Senanglah keluarga tetapi tidak berhenti disitu untuk Arman, karena lima hari kemudian Arman di hubungi Bapak Arifin agar kerumahnya. Pikiran Arman dikira ada masalah apa lagi, setelah Arman datang kerumahnya yang ada di Desa Tegal Sari RT 01. RW 02. Kecamatan Kepanjen Kabupaten Malang. Jawatimur. Bapak Arifin bicara Agar Arman mengawal ke Bank CIMB Niaga yang ada di Malang Kota. Bapak Arifin takut Surat Cek yang di bawa pipit adalah Cek Palsu. Kemudian Arman mengawal sampai bank dan setelah itu membantu mencairkan hasil gaji Pipit selama bekerja, setelah itu cek yang di bawa Pipit memang betul-betul Cek Asli setelah dicairkan mendapatnkan 86 juta sekian. Akhirnya Arman pulang dari Bank dan lansung berpamitan ke bapak Arifin sekeluarga. Sekaligus meminta maaf, ke keluarga besarnya, mungkin penanganan Arman Lambat, karena menurut Arman kasus semacam itu tidak mudah dan tidak bias di prediksi kapan selesainya, mengingat penyelesaianya lintas Negara.

1000 Kelereng




Semakin bertambah usia, Jeffrey Davis semakin menikmati dan mensyukuri Hari Sabtu. Semua itu gara-gara percakapan di acara radio yang tak sengaja ia dengar pada suatu hari Sabtu. Kurang lebih beginilah percakapan itu:

"Dari cerita Anda, kelihatannya Anda adalah pria yang sangat sibuk. Pasti Anda mendapat gaji yang lumayan tapi sayang sekali Anda sering tidak berada di rumah. Anda bekerja 60 sampai 70 jam seminggu demi mendapat penghasilan sampai Anda tidak bisa hadir pada acara pentas putri Anda."

Si penyiar radio itu melanjutkan, “Aku akan memberimu sebuah teori, teori bikinanku sendiri. Teori ini membantu saya memilah prioritas dalam hidup saya.”

Kemudian penyiar radio mulai menyampaikan teorinya tentang 1000 kelereng.

“Pada suatu hari saya sedang duduk-duduk lalu iseng-iseng saya coba menghitung-hitung. Umur rata-rata orang hidup adalah 75 tahun. Ya, tentu ada yang umurnya lebih dari itu, dan ada yang kurang dari itu. Tapi bisa dibilang ya… rata-rata usia manusia adalah 75 tahun.”

“Lalu angka 75 itu saya kalikan dengan 52 hasilnya 3900, ini merupakan jumlah Hari Sabtu yang dimiliki orang-orang sepanjang hidupnya. Nah, sekarang dengar ini Tom, ini bagian yang paling penting.”

Penyiar itu melanjutkan penjelasannya, “Saya baru menyadari ini dengan rinci sewaktu saya berumur 55 tahun. Jadi saat itu saya sudah melewati 2800 Hari Sabtu. Lalu saya berpikir, kalau saya bisa hidup sampai 75 tahun berarti saya tinggal punya sekitar 1000 Hari Sabtu untuk dinikmati.”

“Setelah itu, Tom, saya langsung pergi ke toko mainan untuk membeli kelereng. Semua kelereng saya beli dari toko itu. Saya bahkan harus beli di tiga toko mainan supaya dapat 1000 kelereng. Kemudian saya pulang, lalu menaruh seluruh kelereng itu di dalam toples besar yang bening.”

“Sejak hari itu, setiap Hari Sabtu, saya ambil 1 kelereng dari toples lalu saya buang kelereng itu.”

“Dengan memperhatikan jumlah kelereng yang semakin berkurang, saya jadi lebih memfokuskan hidup saya pada hal-hal yang paling penting. Melihat jatah waktu kita yang menipis benar-benar efektif untuk meyadarkan kita tentang prioritas dalam hidup ini.”

“Nah, sekarang dengarkan hal terakhir yang ingin kusampaikan sebelum saya tutup acara ini, dan setelah itu saya akan mengajak istri saya yang tercinta sarapan pagi. Pagi tadi saya mengambil kelereng terakhir
dari toples itu. Jadi kalau Sabtu depan saya masih berada di sini itu berarti saya diberi tambahan waktu. Kita semua ingin mendapat tambahan waktu, bukan?”

“Senang sekali berkenalan dengan Anda, Tom. Saya berharap Anda lebih banyak meluangkan waktu dengan keluarga. Mudah-mudahan kita bisa ngobrol lagi di sini.” Lalu lelaki itu menutup acara radio itu.

Percakapan tadi membuat Jeffrey Davies merenung. Hari Sabtu itu ia berencana membetulkan antena, lalu ia akan menemui rekan-rekan kerjanya untuk mengerjakan newsletter.”

Akhirnya, ia tidak melakukan semua itu. Ia naik ke atas membangunkan istrinya dengan ciuman lalu berkata, “Bangun sayang, pagi ini aku ingin mengajakmu dan anak-anak sarapan di luar.”

“Dalam rangka apa ini?” tanya istrinya.

“Nggak ada apa-apa. Tiba-tiba aku merasa sudah lama sekali kita tidak menikmati Hari Sabtu bersama-sama. Nanti aku juga mau mampir ke toko mainan. Aku ingin membeli kelereng.”

Segenggam Garam




Pada suatu pagi seorang anak muda yang sedang dirundung banyak masalah mendatangi pak tua yang bijak. Langkah pemuda itu gontai dan wajahnya tampak bingung, sedih dan tak bahagia. 

Pemuda itu menceritakan semua masalahnya. Pak tua yang bijak mendengarkan dengan seksama. Beliau lalu mengambil segenggam garam dan segelas air. Dimasukkannya garam itu ke dalam gelas, 
lalu diaduk perlahan. 

“Coba, minum ini, dan katakan bagaimana rasanya,“ ujar pak tua itu. 

“Asin. Asin sekali,“ jawab sang tamu, sambil meludah ke samping. 

Pak tua tersenyum kecil mendengar jawaban itu. Beliau lalu mengajak sang pemuda ke tepi telaga di dekat tempat tinggal beliau. Sesampainya di tepi telaga, pak tua menaburkan segenggam garam ke dalam telaga itu. 

Dengan sepotong kayu, diaduknya air telaga itu. 

“Coba, ambil air telaga ini dan minumlah.” Saat pemuda itu selesai mereguk air itu, beliau bertanya, “Bagaimana rasanya?” 

“Rasanya segar,” sahut sang pemuda. 

“Apakah kamu merasakan garam di dalam air itu?” tanya beliau lagi. 

“Tidak sama sekali,” jawab si anak muda. 

Dengan lembut pak tua menepuk-nepuk punggung si anak muda. 

“Anak muda, dengarlah. Pahitnya kehidupan adalah layaknya segenggam garam tadi, tak lebih dan tak kurang. Jumlah garam yang kutaburkan sama, tetapi rasa air yang kau rasakan berbeda. Demikian pula kepahitan akan kegagalan yang kita rasakan dalam hidup ini, akan sangat tergantung dari wadah yang kita miliki. Kepahitan itu, akan didasarkan dari perasaan tempat kita meletakkan segalanya. Itu semua akan tergantung pada hati kita. Jadi, saat kamu merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu hal yang bisa kamu lakukan. Lapangkanlah dadamu menerima semuanya. Luaskanlah hatimu untuk menampung semua kepahitan itu.” 

Beliau melanjutkan nasihatnya, “Hatimu adalah wadah itu. Perasaanmu adalah tempat itu. Kalbumu adalah tempat kamu menampung segalanya. Jadi, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas, buatlah laksana telaga yang mampu meredam setiap kepahitan itu dan mengubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan.”

Tempayan Retak




Seorang tukang air memiliki dua tempayan besar, masing-masing bergantung pada kedua ujung sebuah pikulan, yang dibawa menyilang pada bahunya. Satu dari tempayan itu retak, sedangkan tempayan 
yang satunya lagi tidak.

Jika tempayan yang tidak retak itu selalu dapat membawa air penuh setelah perjalanan panjang dari mata air ke rumah majikannya, sedangkan tempayan retak hanya dapat membawa air setengah penuh.

Selama dua tahun, hal ini terjadi setiap hari. Si tukang air hanya dapat membawa satu setengah tempayan air ke rumah majikannya. Tentu saja si tempayan yang tidak retak merasa bangga akan prestasinya, karena dapat menunaikan tugasnya dengan sempurna. Namun Si tempayan retak yang malang itu merasa malu sekali akan ketidaksempurnaannya. Dan merasa sedih sebab ia hanya dapat memberikan setengah dari porsi yang seharusnya dapat diberikannya.

Setelah dua tahun tertekan oleh kegagalan pahit ini, tempayan retak itu berkata kepada si tukang air, "Saya sungguh malu pada diri saya sendiri, dan saya ingin mohon maaf kepadamu."

"Kenapa?" tanya si tukang air, "Kenapa kamu merasa malu?"

"Saya hanya mampu, selama dua tahun ini, membawa setengah porsi air dari yang seharusnya dapat saya bawa karena adanya retakan pada sisi saya telah membuat air yang saya bawa bocor sepanjang 
jalan menuju rumah majikan kita. Karena cacatku itu, saya telah membuatmu rugi" kata tempayan itu.

Si tukang air merasa kasihan pada tempayan retak, dan dalam belas kasihannya, ia berkata, "Jika kita kembali ke rumah majikan besok, aku ingin kamu memperhatikan bunga-bunga indah di sepanjang jalan."

Benar, ketika mereka naik ke bukit, si tempayan retak memperhatikan dan baru menyadari bahwa ada bunga-bunga indah di sepanjang sisi jalan, dan itu membuatnya sedikit terhibur.

Namun pada akhir perjalanan, ia kembali sedih karena separuh air yang dibawanya telah bocor, dan kembali tempayan retak itu meminta maaf pada si tukang air atas kegagalannya.

Si tukang air berkata kepada tempayan itu, "Apakah kamu memperhatikan adanya bunga-bunga di sepanjang jalan di sisimu, tapi tidak ada bunga di sepanjang jalan di sisi tempayan yang lain yang tidak retak. Itu karena aku selalu menyadari akan cacatmu. Dan aku memanfaatkannya. Aku telah menanam benih-benih bunga di sepanjang jalan di sisimu dan setiap hari jika kita berjalan pulang dari mata air, kamu mengairi benih-benih itu. Selama dua tahun ini aku telah dapat memetik bunga-bunga indah itu untuk menghias meja majikan kita. Tanpa kamu sebagaimana kamu ada, majikan kita tak akan dapat menghias rumahnya seindah sekarang."

Dua Orang Sahabat




Alkisah ada dua orang sahabat sedang melakukan perjalanan melalui gurun pasir. Dalam suatu titik perjalanan itu, mereka bertengkar kemudian salah seorang menampar sahabatnya. Orang yang kena tampar tersebut tentu saja merasa terluka, namun tanpa berkata apa-apa, ia menulis di atas pasir:  
HARI INI, SAHABATKU MENAMPAR PIPIKU

Mereka melanjutkan perjalanan sampai mereka tiba di sebuah sungai dan memutuskan untuk berenang. Orang yang kena tampar tadi nyaris tenggelam di dalam sungai. Untung saja sahabatnya lekas memberi pertolongan. Setelah ia selamat dan pulih dari ketakutannya, ia menulis di atas sebuah batu: 
HARI INI, SAHABATKU MENYELAMATKAN NYAWAKU

Orang yang telah menampar pipi sekaligus menyelamatkan nyawa bingung melihat ulah sahabatnya. Ia kemudian bertanya, “Mengapa saat saya menamparmu, kau menulisnya di atas pasir dan sekarang 
saat saya menolongmu kau memahatnya di atas batu?” 

Sambil tersenyum sahabatnya menjawab,”Ketika seorang sahabat melukai hati, kita harus menuliskannya di atas pasir agar angin datang berhembus membawa maaf dan menghapus tulisan itu sehingga kita tidak akan pernah lagi mengingatnya. Namun bila sesuatu yang baik dilakukan sahabat kita, hendaknya kita 
memahatnya di batu agar kita senantiasa mengingatnya dan tak akan pernah hilang dengan berlalunya waktu.

Ketika konflik terjadi dalam hidup kita, marilah kita belajar menulis di atas pasir. Dan marilah kita menulis di atas batu untuk mengingat kebaikan orang-orang yang telah menolong kita.

Membuka Rahasia




Jay Thiessens adalah pemilik perusahaan mesin dan peralatan. Perusahaan yang semula kecil berkembang menjadi perusahaan dengan pemasukan lima juta dollar per tahun. Di balik 
kesuksesannya itu, selama beberapa dekade, Jay menyembunyikan rahasia yang menyakitkan. Selama itu, setiap hari saat jam kerja, Jay pura-pura menyibukkan diri agar tampak ia tak punya waktu untuk meninjau kontrak atau membaca surat-surat. Pada malam hari, istrinya, Bonnie, akan membantunya memilah-milah dokumen di meja dapur, di ruang tamu, atau kadang-kadang sambil duduk di tempat tidur. 

Tugas-tugas lain didelegasikan ke sekelompok Manajer inti di perusahaannya, B & J Machine Tool Company. Mereka tidak tahu bahwa bos mereka tidak bisa membaca. 

"Saya bekerja untuknya selama tujuh tahun dan aku tak tahu bahwa dia tak bisa membaca," kata Jack Sala yang kini bekerja sebagai Manajer Teknik untuk Truckee Precision, kompetitor B & J. "Waktu bekerja dengan Jay, aku adalah General Manager-nya. Jay selalu menyerahkan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan urusan hukum kepada saya sambil berkata,’kau lebih jago dalam urusan hukum ketimbang saya.’ Aku tak pernah menyangka bahwa sebenarnya cuma saya sendiri yang membaca dokumen-dokumen itu." 

Hanya beberapa orang yang tahu tentang ketidakmampuan Jay ini serta keinginannya yang paling mengebu-gebu: untuk dapat membacakan dongeng sebelum tidur bagi cucu-cucunya. Namun tak selamanya ia bisa menyimpan rahasia buta huruf-nya. "Lama-kelamaan jadi terlalu berat untuk terus menyembunyikannya," kata Jay, yang mulai belajar membaca pada usia 56. 

Ketidakmampuan Jay dalam membaca sebenarnya bermula ketika ia duduk di kelas satu atau dua di McGill, sebuah kota pertambangan kecil di pusat Nevada. "Seorang guru menyebut saya bodoh karena saya kesulitan dalam membaca," katanya. Selama masa sekolah, ia menjadi murid pendiam yang duduk di bangku deretan belakang di kelas. 

"Sepertinya para guru kesal mengurusi saya jadi saya diluluskan saja," katanya. Dia lulus dari White Pine Ely High School di tahun 1963, dengan nilai-nilai C, D dan F. Namun ia pernah mendapatkan nilai A untuk mata pelajaran permesinan. 

Sehari setelah lulus, Jay pindah ke Reno, di mana 10 tahun kemudian ia mendirikan sebuah toko kecil dengan sisa uangnya yang terakhir sebesar dua ratus dollar. Hari ini, B & J dikenal sebagai perusahaan spesialis dalam pengelasan dan pengerjaan lembaran logam. Dengan 50 karyawan, dan pemasukan lima juta dollar per tahun, perusahaan ini kemudian melakukan ekspansi ke gedung baru yang jauh lebih luas. 

Walaupun dia sukses, cap sebagai orang bodoh menghantuinya sampai dewasa. Untuk menutupi kelemahannya ini ia menjadi seorang pendengar yang baik. Dia jarang lupa dengan detail-detail, memiliki pemahaman yang kuat dalam matematika dan angka-angka, suatu kualifikasi penting untuk industri ini. 
Sebagian besar dari pekerjaan yang dilakukan adalah teknis. Industri Ini lebih berkaitan dengan matematika, bentuk-bentuk geometris, daripada kata-kata. 

Pada suatu hari Jay diajak bergabung dalam organisasi lokal bernama The Executive Commitee, sebuah wadah bagi CEO-CEO untuk saling berbagi tanpa rasa persaingan guna membahas tantangan-tantangan dalam menjalankan bisnis mereka. 

Awalnya Jay enggan bergabung. "Dia khawatir kemampuannya di bawah anggota yang lain," kata Randy Yost, Ketua organisasi sekaligus dan mantan CEO sebuah bank di California. "Sekitar 6 bulan setelah pertemuan, ia bilang kepada saya bahwa ia kesulitan membaca," kata Randy Yost. 

Beberapa waktu kemudian, Jay membuat pengakuan kepada seluruh anggota organisasi itu. "Dia agak berkaca-kaca. Suaranya gemetar," kenang Doug Damon, seorang anggota kelompok dan CEO sebuah produsen minuman. "Jelas ini merupakan hal yang sulit dilakukan." Ia terkejut atas pengakuan Jay. 
"Saya tahu dia adalah lulusan sekolah tinggi, jadi saya kira saya secara otomatis dia bisa membaca. Dia sangat sukses dalam bisnisnya… Siapa yang menyangka ada sisi lain?" 

Jay takut mendapat ejekan dari rekan-rekan sesama CEO yang berpendidikan perguruan tinggi. Namun, sebaliknya, ia justru mendapat banyak dukungan. "Selama ini saya menghormatinya atas prestasinya, kini rasa hormat saya kepadanya semakin bertambah," kata salah seorang rekannya. 

Setelah itu, Jay memanggil guru untuk mengajar dia membaca selama satu jam sehari, lima hari seminggu. Saat itulah ia memberi tahu para Manajer pabriknya kemudian kepada seluruh karyawannya tentang rahasia yang ditutupinya selama ini. "Sejak saya memutuskan untuk memberitahu semua 
orang tentang hal itu, saya merasa lega sekali," kata Jay.

Biskuit untuk Mama




Kadang-kadang kita terlalu tergesa-gesa menghakimi atau menghukum orang lain tanpa tahu fakta sebenarnya. Persepsi kita kadang keliru. Mungkin kita bisa belajar dari kisah nyata ini yang dimuat dalam Xia Wen Pao pada tahun 2007.

Siu Lan, seorang janda miskin memiliki seorang putri kecil berumur 7 tahun, Lie Mei. Kemiskinan memaksa mereka membuat kue-kue dan menjajakannya di pasar untuk biaya hidup mereka berdua. Menyadari keadaan yang serba kekurangan Lie Mei tidak pernah bermanja-manja pada ibunya, seperti anak kecil lain. Masa kecilnya hilang demi membantu ibunya mencari nafkah.

Suatu ketika pada musim dingin, seusai membuat kue, Siu Lan melihat keranjang yang biasa dipakai untuk menjajakan kuenya rusak berat. Siu Lan lantas memberitahu Lie Mei agar menunggu di rumah karena ia akan membeli keranjang kue yang baru.

Sepulang dari membeli keranjang kue, Siu Lan menemukan pintu rumah tidak terkunci dan Lie Mei tidak ada di dalam. Siu Lan marah. Putrinya benar-benar tidak tahu diri, pikirnya. Hidup sudah susah, tapi Lie Mei masih juga pergi bermain dengan teman-temannya. Mei tidak menunggu rumah seperti pesannya.

Siu Lan kemudian menyusun kue ke dalam keranjang lalu keluar rumah untuk menjajakannya kue dagangannya. Dinginnya salju yang memenuhi jalan tidak menyurutkan niatnya untuk menjual kue. Bagaimana lagi? Mereka harus mendapat uang untuk makan. Sebagai hukuman bagi Lie Mei, pintu rumah dikunci dari luar agar ia tidak bisa pulang. Putri kecil itu harus diberi pelajaran, pikirnya geram.

Sepulang dari menjajakan kue, Siu Lan menemukan Lie Mei, gadis kecil itu tergeletak di depan pintu. Siu Lan berlari memeluk Lie Mei yang membeku dan sudah tidak bernyawa. Siu Lan berteriak membelah kebekuan salju dan menangis meraung-raung, tapi Lie Mei tetap tidak bergerak. Dengan segera, Siu Lan membopong Lie Mei masuk ke rumah.

Siu Lan menggoncang-goncangkan tubuh beku putri kecilnya sambil meneriakkan nama Lie Mei. Tiba-tiba jatuh sebuah bungkusan kecil dari tangan Lie Mei. Siu Lan mengambil bungkusan kecil itu lalu membukanya. Ternyata isinya adalah sekantung kecil biskuit yang dibungkus kertas usang. Siu Lan mengenali tulisan pada kertas usang itu. Meski tulisan itu berantakan namun masih terbaca
kata-kata yang ditulis Mei, sebagai berikut:

Mama pasti lupa. Hari ini hari istimewa buat mama.
Aku membelikan biskuit kecil ini sebagai hadiah buat mama.
Uangku tidak cukup untuk membeli biskuit ukuran besar.
Selamat ulang tahun, mama. Aku sayang sama mama. Daaaag mama…

_displayNameOrEmail_ - _time_ - Remove

_text_


Sign in Recent Site Activity Revision History Terms Report Abuse Print page | Powered by Google Sites

Katak Tuli





Suatu saat ada perlombaan panjat tebing yang diikuti oleh para katak dari segala jenisnya. Ketika peluit tanda dimulainya perlombaan, semua penonton bersorak mendukung mereka. Tapi di tengah pertandingan, beberapa katak menyerah karena medan perlombaan sangat berat.

Hanya ada lima katak terus berjuang mencapai garis akhir. Saat medan bertambah sulit para penonton yang tadinya mendukung para katak itu mulai tidak yakin akan kemampuan mereka.
Mereka berteriak agar para katak menyerah saja. Bahkan sebagian memberitahu para katak bahwa medan yang berat itu berbahaya dan bisa membunuh mereka. Akhirnya hanya seekor katak yang bertahan dan memenangkan perlombaan.

Setelah diteliti mengapa banyak yang gagal, hasilnya menyebutkan mereka mendengarkan perkataan penonton dan akhirnya menjadi takut dan berhenti.

Dan bagaimana dengan katak yang bisa terus dan akhirnya memenangkan pertandingan itu?

Ternyata ia adalah seekor katak yang tuli, ia tidak mendengar apapun yang penonton katakan. Dalam kasus ini, tuli itu anugerah.

Tutuplah kuping Anda untuk hal-hal yang negatif.

Terapung




Pada tahun 1982 Steven Callahan menyeberangi Samudra Atlantik sendirian dengan perahu layarnya. Tiba-tiba perahu itu menghantam sesuatu dan tenggelam. Steven berada jauh di luar batas wilayah 
berlayar, terapung di atas rakit kecil, sendirian. Persediaan makanannya hanya tinggal sedikit. Peluang hidupnya kecil. Namun ketika tiga nelayan menemukannya tujuh puluh enam hari kemudian, ia masih hidup meski tubuhnya menjadi jauh lebih kurus. 

Catatan perjalanannya, sungguh menakjubkan, terutama tentang bagaimana ia berhasil bertahan hidup ketika tak terlihat adanya harapan, ketika tampaknya semua perjuangan sia-sia belaka, ketika ia menderita, ketika rakitnya bocor dan dengan kondisi tubuh yang lemah ia memperbaiki rakit itu selama seminggu namun rakit tersebut masih saja bocor sehingga tenaganya habis terkuras untuk terus memompa rakit itu. Ia kelaparan. Mengalami dehidrasi. Kelelahan. Habis-habisan. Dalam kondisi seperti itu, menyerah tampaknya adalah satu-satunya pilihan yang waras. 

Orang-orang yang mampu bertahan dalam kondisi seperti ini, pada umumnya mengatur pikiran mereka agar mampu memberikan keberanian untuk bertahan hidup meski peluang yang ada di depan mata tampaknya sangat tipis. Banyak orang dalam keadaan tertekan seperti itu menjadi putus asa atau gila. 

“Ku katakan pada diriku bahwa aku bisa mengatasi ini,” tulis Callahan dalam bukunya. “Aku masih lebih beruntung dibandingkan kesulitan-kesulitan yang dialami orang lain,” kuulangi kata-kata itu terus menerus agar aku tabah. 

Ini sebuah pelajaran berharga bagi kita. Sebenarnya, suatu keadaan akan terlihat buruk jika dibandingkan dengan sesuatu yang lebih baik. Tetapi bila kita ingat bahwa banyak orang lain mengalami keadaan yang lebih buruk, maka kita bisa melihat bahwa kita lebih beruntung. Baca saja kisah-kisah sejarah dan kita akan merasa beruntung dan bersyukur dengan keadaan kita. 

Kata-kata dapat memberi kekuatan. Apa pun yang Anda alami, katakan kepada diri Anda bahwa Anda bisa mengatasinya. Anda lebih beruntung dibandingkan dengan apa yang dialami banyak orang lain 
di dunia ini. Anda beruntung. Katakan ini kepada diri Anda berulang-ulang dan bersyukurlah. Hal ini akan membantu Anda melewati medan-medan berat dengan penuh ketabahan. 

Pemogokan Terhadap Perut




Pada suatu malam, seorang lelaki tengah bermimpi. Dalam mimpi itu ia melihat tangan, kaki, mulut dan otaknya memberontak terhadap perutnya. 

"Kau pemalas dan tak berguna!" kata tangan. "Kami bekerja sepanjang hari, menggergaji mengangkat dan membawa barang-barang. Saat menjelang petang kami penuh lumpur bercampur debu dan tanah.  Persendian kami ngilu, dan ada bagian-bagian yang perih karena tergores. Sementara itu kau hanya duduk di sana, memonopoli semua makanan." 

"Betul!" seru kaki. "Bayangkan lelahnya kami, seharian kami berjalan bolak-balik. Sementara kau hanya menikmati makanan terus-menerus sehingga beratmu bertambah dan kami jugalah yang harus memikul bobotmu itu. Dasar rakus!" 

"Benar!" hardik mulut. "Kau pikir dari mana datangnya semua makanan itu? Aku yang harus mengunyahnya. Begitu aku selesai mengunyah, kau sedot semuanya untuk diri sendiri. Apakah itu 
adil?" 

"Coba pikirkan aku" kata otak. "Apakah kau pikir yang kukerjakan di sini mudah? Aku harus memikirkan bagaimana besok bisa mendapatkan makanan untukmu. Padahal aku tidak mendapat apa-apa untuk semua hal yang kulakukan untukmu." 

Demikianlah satu per satu anggota tubuh menyampaikan protesnya terhadap perut yang tidak mengatakan apa-apa. 

"Aku punya ide," celetuk otak. "Mari kita mogok kerja supaya perut yang malas, tahu rasa." 

"Ide bagus!" semua anggota mendukung ide itu. "Biar kau belajar menghargai betapa pentingnya kami. Mungkin setelah itu kau mau melakukan pekerjaanmu sendiri." 

Jadi mereka semua berhenti bekerja. Tangan mogok mengangkat dan membawa barang. Kaki mogok berjalan. Mulut tidak mengunyah atau menelan apapun. Dan otak bersumpah tidak akan mencari ide-ide lagi. Mula-mula perut sedikit menggerang, seperti biasanya kalau sedang lapar. Tapi setelah itu, tak berbunyi lagi. Sepi. 

Kemudian, lelaki yang tengah bermimpi itu terkejut karena ia mendapatkan dirinya tidak bisa berjalan. Ia juga tidak bisa menggenggam apa-apa di tangannya. Bahkan ia tak bisa membuka mulutnya. Lalu tiba-tiba ia merasa sakit. 

Mimpi itu berlangsung selama beberapa hari. Hari demi hari, ia merasa keadaannya makin bertambah parah. "Mudah-mudahan pemogokkan ini tidak berlangsung lama," kata lelaki itu penuh harap, "bisa-bisa aku akan mati kelaparan." 

Sementara itu, tangan, kaki, mulut dan otak hanya berbaring seharian. Semakin bertambah hari mereka semakin lemah. Pada awalnya mereka masih bergerak sebentar untuk sesekali mengejek perut, tapi lama-kelamaan mereka tak punya tenaga lagi untuk melakukan itu. 

Akhirnya lelaki itu mendengar suara lemah datang dari arah kakinya. 

"Bisa jadi kita salah," kata kaki. "Mungkin saja selama ini sebenarnya perut bekerja dengan caranya sendiri." 

"Saya juga punya pikiran yang sama," sahut otak. "Memang benar bahwa dia mendapatkan semua makanan tetapi sesungguhnya sebagian besar makanan itu dikirimkan kembali kepada kami." 

"Sebaiknya kita akui kesalahan kita," ujar mulut. "Perut juga bekerja keras seperti tangan, kaki, otak dan mulut." 

"Kalau begitu, mari kita kembali bekerja," teriak mereka bersama-sama. Kemudian lelaki itu terbangun. Ia merasa lega karena kakinya bisa berjalan kembali, tangannya bisa menggenggam, mengangkat dan membawa barang-barang, mulutnya bisa mengunyah dan otaknya bisa berpikir dengan jernih. Lelaki itu 
merasa telah pulih. 

“Saya dapat pelajaran berharga,” kata lelaki itu sambil mengisi perut dengan sarapan pagi, “Kita semua harus bekerjasama.”

Restoran




Pada suatu waktu ada seorang pria membuka restoran. Ruangannya bersih dengan tata meja yang cantik dan menu yang menarik. Kemudian salah seorang temannya bertandang dan berkata, "Mengapa kau tidak pasang papan nama, seperti semua tempat makanan lain? Sebaiknya kau pasang papan nama di atas dengan tulisan 'RESTORAN MAKANAN TERBAIK'." 

Ketika papan nama telah selesai dicat lalu ada orang lain yang datang dan berkomentar, "Kau harusnya lebih spesifik dong. Coba tambahkan kata-kata 'TERSEDIA DI SINI' pada papan nama restoranmu. Dengan demikian orang-orang akan tahu bahwa makanan terbaik tersedia di sini bukan di semua restoran." 

Pemilik Restoran berpikir, barangkali itu ide yang baik juga, maka ia mengubah papan nama seperti yang telah disarankan sehingga plang itu kini berbunyi: ‘RESTORAN: MAKANAN TERBAIK TERSEDIA DI SINI’. 

Tidak lama kemudian orang lain datang dan bertanya, "Kenapa kau tulis 'DI SINI'? Setiap orang tentunya bisa lihat di mana restoran ini berada." 

Lantas pemilik restoran ini mengubah papan namanya lagi. Seorang warga yang sedang berada di sana bertanya padanya, "Mengapa kau tulis 'TERSEDIA'?" Semua restoran toh memang menyediakan sesuatu kan? Bagaimana kalau kata itu dihilangkan sajalah?" Akhirnya kata tersebut dihilangkan. 

Setelah itu pengunjung lain berkata, "Jika kau menggunakan kata-kata 'MAKANAN TERBAIK', beberapa orang pasti akan mempertanyakan apakah makanan itu benar-benar terbaik dan pasti akan ada orang yang tidak setuju. Agar tidak mendapat kritikan, hapus saja kata 'TERBAIK'. 

Ia mengikuti anjuran itu. Sekarang tinggal kata 'MAKANAN' di papan nama itu, lalu orang keenam melongok di pintu sambil berujar, “Mengapa pakai kata 'MAKANAN' di plangmu? Setiap orang pasti tahu kan bahwa restoran memang menjual makanan. Bukan menjual pakaian.” 

Akhirnya si pemilik restoran menurunkan plang itu sembari bertanya-tanya di dalam hatinya: kapan akan datang orang yang lapar ke restorannya daripada orang-orang yang berkomentar ini-itu… 

Dalam hidup ini kita sebagai pribadi, anggota keluarga, anggota organisasi dan masyarakat seringkali dihadapkan pada pilihan-pilihan. Tak jarang kita mendapat saran, komentar dan kritikan atas pilihan-pilihan yang kita ambil. Kadang pilihan itu benar, kadang pilihan itu keliru. Inilah proses belajar yang harus dilalui 
untuk lebih mengenal diri sendiri dan suara hati yang kadang terdengar sayup-sayup. 

Ujian Akhir Semester

ni sebuah kisah nyata… 

Satu kelas mahasiswa tingkat akhir sedang mengerjakan ujian semester. Setelah soal dibagikan, mereka dipersilakan mengerjakan ujian tersebut. Seperti biasanya, para mahasiswa membolak-balik lembar soal dan membaca pertanyaan-pertanyaan secara sekilas. Pertanyaannya tidak terlalu susah, gumam mereka dalam hati. Namun mereka terkejut saat membaca pertanyaan terakhir: 

“Sebutkan nama ibu yang membersihkan WC kita setiap hari.” 

Profesor pasti sedang bercanda, pikir mereka. Dwi, seorang mahasiswa di kelas tersebut tampak berpikir keras. Ia coba mengingat-ingat sosok ibu pembersih WC itu. Badannya gemuk, gembul, rambutnya digelung, mungkin usianya sekitar 50 tahunan. Namun siapakah nama ibu itu? Dwi tak bisa menjawab pertanyaan itu dan akhirnya dibiarkan kosong tanpa jawaban. 

Setelah ujian selesai, Dwi bertanya kepada dosennya, “Pertanyaan yang terakhir tadi akan dinilai juga, prof?” 

“Tentu saja,” jawab pak profesor itu, “dalam perjalanan karirmu nanti, kau akan bertemu dengan banyak orang. Semua orang itu berarti. Mereka patut mendapat perhatian darimu, meski yang kau bisa berikan sekedar senyuman dan sapaan.” 

Dwi merasa mendapat pelajaran penting hari itu. Dan hari itu juga ia baru tahu bahwa ibu yang membersihkan WC bernama Ibu Suginah.

Hidup Itu Seperti Secngkir Kopi

Sekelompok alumni – yang semuanya tengah menduduki karir gemilang – mengadakan reuni di rumah seorang profesor yang dulu mengajar mereka. Setelah bertegur sapa, obrolan segera beralih menjadi keluhan tentang stress dalam pekerjaan dan kehidupan mereka. 

Sang profesor pergi ke dapur dan kembali membawa nampan berisi satu teko besar kopi dan bermacam-macam cangkir – ada yang terbuat dari porselen, plastik, kaca, maupun kristal. Ada yang biasa dan murahan, ada yang mahal, ada pula yang indah bentuk rupanya. 

Ketika semua muridnya telah memegang secangkir kopi di tangan, profesor itu berkata, "Coba perhatikan, semua cangkir yang mahal dan indah sudah kalian pilih. Sisanya tinggal cangkir yang biasa dan murahan. Memang normal dan wajar jika menginginkan yang terbaik dalam hidup kalian. Namun sebenarnya di situlah sumber persoalan dan stress kalian."

"Percayalah bahwa cangkir itu tidak menambah kualitas rasa kopi kalian. Yang kalian inginkan adalah kopi, bukan cangkir, tapi kalian dengan sengaja mencari cangkir yang terbaik ... sambil saling melirik cangkir satu sama lain." 

"Sekarang pertimbangkan ini, hidup adalah kopi, sedangkan pekerjaan, uang dan posisi dalam masyarakat adalah cangkir. Cangkir itu hanyalah alat untuk menampung Kehidupan. Apapun jenis cangkir yang kita miliki tidak membentuk atau mengubah kualitas hidup kita. "

"Kalau kita menaruh perhatian pada cangkirnya saja, kita tak akan bisa menikmati sedapnya kopi. Orang-orang yang paling berbahagia tidak memiliki semua hal yang terbaik. Namun mereka menjadikan yang terbaik dari semua hal yang mereka miliki. Jadi, nikmatilah kopinya, bukan cangkirnya!" 

“Silakan, tuang sendiri kopinya ya,” ucap pak profesor.

Adakah yang Mendoakan Kita

Seorang pengusaha sukses jatuh di kamar mandi dan akhirnya stroke. Sudah 7 malam ia dirawat di rumah sakit di ruang ICU. Pada saat orang-orang terlelap, dalam dunia roh, Malaikat menghampiri si pengusaha yang terbaring tak berdaya itu. 

Malaikat memulai pembicaraan, "Kalau dalam waktu 24 jam ada 50 orang berdoa buat kesembuhanmu, maka kau akan hidup dan sebaliknya jika dalam 24 jam, jumlah yang aku tetapkan belum terpenuhi, maka kau akan meninggal dunia!" 

"Kalau hanya 50 orang, itu mah gampang," kata si pengusaha ini dengan yakinnya. 

Setelah itu Malaikat pun pergi dan berjanji akan datang 1 jam sebelum batas waktu yang sudah disepakati. Pukul 23:00, Malaikat kembali mengunjunginya. Dengan antusiasnya si pengusaha itu 
bertanya, "Apakah besok pagi aku sudah pulih? Pastilah banyak yang berdoa buat aku. Jumlah karyawan yang aku punya lebih dari 2000 orang. Jadi kalau hanya 50 orang yang berdoa, pasti 
bukan persoalan yang sulit." 

Dengan lembut si Malaikat itu berkata, "Anakku, aku sudah berkeliling mencari suara hati yang berdoa buatmu tapi sampai saat ini baru 3 orang yang berdoa buatmu. Sementara waktumu tinggal 60 menit lagi. Rasanya mustahil kalau dalam waktu dekat ini ada 50 orang yang berdoa buat kesembuhanmu."

Tanpa menunggu reaksi dari si pengusaha, si Malaikat menunjukkan melalui layar besar berupa TV, siapa 3 orang yang berdoa bagi kesembuhannya. Di layar itu terlihat wajah duka sang istri, di sebelahnya ada 2 anak kecil, putra putrinya yang berdoa dengan khusuk dan tampak ada tetesan air mata di pipi mereka. 

Kata Malaikat, "Aku akan memberitahukanmu kenapa Tuhan rindu memberikanmu kesempatan yang kedua. Itu karena doa istrimu yang tidak putus-putus berharap akan kesembuhanmu." Kembali terlihat di mana si istri sedang berdoa jam 2:00 dini hari, "Tuhan, aku tahu kalau selama hidupnya suamiku bukanlah suami yang baik atau ayah yang baik. Aku tahu dia sudah mengkhianati pernikahan kami, aku tahu dia tidak jujur dalam bisnisnya, dan kalaupun ia memberikan sumbangan, itu hanya untuk popularitas saja untuk menutupi perbuatannya yang tidak benar di hadapanMu. Tapi Tuhan, tolong pandang anak-anak kami, anak-anak yang telah Engkau titipkan. Mereka masih membutuhkan seorang ayah dan hamba tidak mampu membesarkan mereka seorang diri." Setelah itu istrinya berhenti berkata-kata tapi air matanya semakin deras mengalir di pipinya yang kelihatan tirus karena kurang istirahat. 

Melihat peristiwa itu, tanpa terasa air mata mengalir di pipi pengusaha ini. Timbul penyesalan bahwa selama ini dia bukanlah suami yang baik dan ayah yang menjadi contoh bagi anak-anaknya. Dan malam 
ini dia baru menyadari betapa besar cinta istri dan anak-anak padanya. 

Waktu terus bergulir. Kini tinggal sisa 10 menit lagi. Melihat waktu yang semakin sempit, semakin menangislah si pengusaha ini. Penyesalan yang luar biasa namun waktunya sudah terlambat. Tidak mungkin dalam waktu 10 menit ada yang berdoa 47 orang. Dengan setengah bergumam, ia bertanya, "Adakah diantara karyawanku, kerabatku, teman bisnisku, teman organisasiku yang berdoa buatku?" 

Jawab si Malaikat, "Ada beberapa orang yang berdoa buatmu tapi mereka tidak tulus, bahkan ada yang mensyukuri penyakit yang kau derita saat ini. Itu semua karena selama ini kamu arogan, egois dan bukanlah atasan yang baik. Bahkan kau tega memecat karyawanmu yang tidak bersalah." 

Si pengusaha tertunduk lemah dan pasrah. Kalau malam ini adalah malam terakhirnya, ia minta waktu sesaat untuk melihat anak dan istri yang setia menjaganya sepanjang malam. Air matanya tambah deras ketika melihat anaknya yang sulung tertidur di kursi rumah sakit dan si istri yang kelihatan lelah juga tertidur di kursi sambil memangku si bungsu. 

Ketika waktu menunjukkan pukul 24:00, tiba-tiba si Malaikat berkata, "Anakku, Tuhan melihat air matamu dan penyesalanmu. Kau tidak jadi meninggal karena ada 47 orang yang berdoa buatmu tepat jam 24:00." 
Dengan terheran-heran dan tidak percaya, si pengusaha itu bertanya siapakah yang 47 orang itu? Sambil tersenyum si Malaikat menunjukkan suatu tempat di mana pernah ia kunjungi bulan lalu. 

"Bukankah itu panti asuhan?" kata si pengusaha itu pelan.

"Benar, anakku, kau pernah memberi bantuan bagi mereka beberapa bulan yang lalu, walau aku tahu tujuanmu saat itu hanya untuk mencari popularitas saja dan untuk menarik perhatian pemerintah dan investor luar negeri. Tadi pagi, salah seorang anak panti asuhan tersebut membaca di koran kalau seorang pengusaha terkena stroke dan sudah 7 hari di ICU. Setelah melihat gambar di koran dan yakin kalau pria yang sedang koma adalah kau, pria yang pernah menolong mereka, akhirnya anak-anak panti asuhan itu sepakat berdoa buat kesembuhanmu." 

Doa sangat besar kuasanya. Namun tak jarang kita malas atau merasa tak punya waktu untuk berdoa bagi orang lain. Ketika kita teringat seorang keluarga atau teman, barangkali kita berpikir itu kebetulan saja. Padahal mungkin saja pada saat itu keluarga atau teman kita dalam keadaan butuh dukungan doa dari orang-orang yang mengasihinya.

Pencuri

Pada akhir tahun 1980-an di Shanghai, ada penjahat bernama Lee San. Dia adalah seorang yang cerdas, tapi sayang, ia menggunakan kecerdasannya itu untuk mencuri. Mencuri adalah nafkah bagi orang ini. Karena kepintarannya, aktivitas ini tidak pernah terungkap oleh pihak berwajib. Dan saat ini, hidup Lee San sudah berkecukupan dari penghasilannya mencuri dan berjudi. 

Suatu hari, saat dia berkeliling mencari mangsa. Wang Wu ‘teman seperjuangannya’ memberi kabar, “Aku punya berita besar, sebuah keluarga baru saja mendapatkan santunan beberapa ribu dollar. Dan mereka adalah sepasang kakek-nenek, aku tahu betul di mana rumah mereka.” 

“Haha!” Lee San tertawa, “sasaran empuk nih..” 

“Tetapi anjing mereka besar dan buas... hati-hati!” temannya menyahut. 

Dengan percaya diri, Lee San menjawab, “Memang kenapa? Anjing hanya hewan bodoh, pasti mudah ditipu! Jangan remehkan kemampuanku untuk hal itu.” 

Malam itu juga, dengan membawa peralatannya, Lee San langsung menuju rumah sepasang orang tua itu. Ketika tiba di sana, ia melihat sebuah lampu minyak yang besar tergantung tinggi di gerbang rumahnya. Lee San mulai mengendap-endap di depan gerbang rumah itu. Tiba-tiba terdengar suara anjing menyalak. 
Lee San dengan sigap melempar sepotong daging ke arah anjing itu. Daging itu sudah dibubuhi banyak ramuan racun mematikan. Maka mudah ditebak, dalam jangka waktu kurang dari satu menit, anjing itu  tergeletak – mati. Lee San pun sekarang dapat dengan leluasa memasuki pekarangan rumah orang tua itu. 

Lee San mulai memasuki pintu samping rumah yang tidak terkunci lalu menuju kamar tempat uang itu disimpan di bawah bantal. “Ini mudah sekali,” Lee berpikir, “mereka punya begitu banyak uang, tetapi tidak menyimpannya dalam sebuah kotak brankas.” 

Kemudian Lee San mendengar suara-suara dari ruang sebelah. Ternyata, wanita tua pemilik rumah itu sedang bercakap-cakap dengan suaminya. Lee San diam di tempatnya dan mendengarkan dengan baik – untuk memastikan kedua orang itu tidak tahu kehadirannya. 

“Pak, bukankah lebih baik jika kita menggunakan uang itu untuk menyewa pembantu? Kita sudah tua dan buta, kita butuh orang yang bisa merawat kita,” wanita tua itu berbicara. 

Lee San terkejut. Jika mereka buta, mengapa mereka meletakkan lampu besar di depan pintu gerbang mereka? 

“Oh, ya, sayangku, kamu benar, tetapi dari mana kita bisa mendapatkan uang untuk membayar pembantu?” jawab si lelaki tua. 

“Bukankah kita baru saja mendapatkan beberapa ribu dollar, santunan dari pejabat itu. Mengapa tidak kita gunakan saja?” sang wanita tua berkata. 

“Apa kamu lupa? Jawab lelaki tua itu, “bukankah kita telah memutuskan untuk menyumbangkan uang itu untuk membangun panti asuhan?” 

Mendengar percakapan itu, Lee San merasa tidak nyaman. 

“Oh, ya.. betapa pelupanya aku. Lagian kita masih bisa menghemat uang. Dengan tidak membeli minyak untuk lampu depan – dan kita masih bisa menjual anjing kita si Ding-Ding. Anjing itu sudah tua dan mulai senewen,” kata wanita tua itu. 

“Jangan, jangan kau lakukan itu!” sergah lelaki tua. “Kita harus menerangi orang-orang yang lewat. Jalan itu gelap, dan orang-orang tidak bisa berjalan dalam gelap. Dan jika si Ding-Ding ada di sini, maka orang-orang tidak perlu khawatir ada penjahat atau pencuri ketika mereka melewati rumah ini.” 

“Kamu benar,” kata wanita itu. “Sayang anak-anak kita sudah mulai jarang ke sini, tapi kita masih bisa bekerja, kita masih memiliki setumpuk kertas untuk dilem dan dijadikan amplop. Lalu kita bisa menjualnya.” 

Lee San menyelinap keluar dengan perlahan. Kemudian, sambil duduk di depan gerbang, dia mulai menangis tersedu. Lee San sendiri adalah seorang anak yatim piatu. Dia dulu diasuh oleh seorang ayah tiri yang jahat – dan sebuah keluarga yang hanya memperlakukannya seperti pembantu. Lee akhirnya minggat dan mulai hidup di jalan beberapa tahun lalu. 

Pagi berikutnya, ada tiga benda yang ditinggalkan Lee San di depan rumah pasangan orang itu. Seekor anjing herder yang masih kecil dan diikatkannya di tiang dekat pintu rumah, setumpuk uang, dan sebuah brankas besi lengkap dengan kuncinya untuk menyimpan uang. 

Semenjak itu, tak ada lagi yang melihat Lee San. Dia lenyap begitu saja. Ada yang mengatakan kalau ia menjadi biarawan, dan ada pula yang mengatakan bahwa dia sudah menjadi pengusaha sukses yang sangat dermawan. 

Bagaimanapun juga, beberapa tahun sesudah peristiwa itu, mulai berdiri beberapa Panti Asuhan dan Rumah Jompo yang dibangun atas nama Lee San – dan masih berdiri kokoh hingga saat ini di Cina.

Abraham Lincoln Yang Jujur

Setiap tanggal 12 Februari, rakyat Amerika merayakan ulang tahun Abraham Lincoln. Lincoln dikenang sebagai salah satu tokoh besar yang hebat. Sebelum ia menjadi Presiden Amerika, Lincoln menghabiskan masa dua puluh tahun sebagai pengacara yang kurang berhasil – jika dilihat dari sisi finansial. Namun jika ukurannya adalah kebaikan yang ia lakukan, maka ia adalah orang yang sangat kaya. Sampai saat ini masih tersimpan dokumen-dokumen yang bisa dijadikan contoh-contoh kejujuran dan kebaikannya. 

Salah satu contohnya, Lincoln tidak meminta bayaran tinggi dari orang-orang miskin seperti dirinya. Suatu ketika, seorang lelaki memberikan bayaran sebesar dua puluh lima dollar. Tetapi Lincoln mengembalikan sepuluh dollar karena menurutnya jumlah yang diberikan itu terlalu besar. 

Lincoln juga dikenal sebagai pengacara yang sering menasihati kliennya agar penyelesaian kasus dilakukan di luar pengadilan. Dengan begitu, para klien dapat mengemat biaya, dan tidak perlu membayar uang jasa bagi Lincoln. 

Seorang janda yang amat sangat miskin, istri dari seorang tentara, suatu ketika dipungut biaya dua ratus dollar untuk memproses uang pensiun suaminya yang jumlahnya empat ratus dollar. Lincoln memperkarakan kasus tersebut sampai ke pengadilan kemudian memenangkan kasus ini. Lincoln tidak meminta bayaran atas jasanya. Ia justru membayarkan biaya akomodasi dan transportasi bagi perempuan itu. 

Lincoln dan rekannya pernah menghentikan terjadinya kasus penipuan sebidang tanah yang dilakukan seorang laki-laki. Padahal pemilik sah tanah tersebut adalah seorang gadis yang sedang menderita sakit 
jiwa. Kasus ini bisa selesai dalam waktu lima belas menit. Setelah itu rekannya membagi rata uang jasa yang mereka terima namun Lincoln menegurnya. Rekan Lincoln menjelaskan bahwa jumlah uang jasa itu 
merupakan kesepakatan antar dirinya dan saudara kandung gadis yang sakit jiwa itu. 

“Walaupun kesepakatannya seperti itu,” kata Lincoln, “aku tidak setuju. Uang itu berasal dari kantung orang miskin yang sedang menderita. Lebih baik aku kelaparan daripada menguras uangnya. Kau harus mengembalikan setidaknya setengah dari uang itu, atau aku tidak akan menerima satu sen pun dari uang itu.” 

Lincoln bisa dianggap bodoh, jika dilihat dari standar tertentu. Dia tidak punya banyak uang karena kesalahannya sendiri. Namun ia adalah manusia yang baik menurut standar siapapun dan karena itu rakyat Amerika bangga merayakan hari ulang tahunnya.

Anak Katak dan Hujan

Ada kegundahan tersendiri yang dirasakan seekor anak katak ketika langit tiba-tiba gelap. “Bu, apa kita akan binasa? Kenapa langit tiba-tiba gelap?” ujar anak katak sambil merangkul erat lengan induknya. Sang ibu menyambut rangkulan itu dengan belaian lembut. “Anakku,” ucap sang induk kemudian, “itu bukan pertanda kebinasaan kita. Justru, itu tanda baik,” jelas induk katak sambil terus membelai dan anak katak itu pun mulai tenang. 

Namun, ketenangan itu tak berlangsung lama. Tiba-tiba angin bertiup kencang. Daun dan tangkai kering yang berserakan mulai berterbangan. Pepohonan meliuk-liuk dipermainkan angin. Lagi-lagi, pemandangan yang begitu menakutkan bagi si katak kecil. “Ibu, itu apa lagi? Apa itu yang kita tunggu-tunggu?” tanya si anak katak sambil bersembunyi di balik tubuh induknya. 

“Anakku, itu cuma angin,” ucap sang induk tak terpengaruh keadaan. “Itu juga pertanda kalau yang kita tunggu pasti datang,” tambahnya begitu menenangkan. Dan anak katak itu pun mulai tenang. Ia mulai menikmati tiupan angin kencang yang tampak menakutkan. 

“Blarrr!” suara petir menyambar-nyambar. Kilatan cahaya putih pun kian menjadikan suasana begitu menakutkan. Kali ini, si anak katak tak lagi bisa bilang apa-apa. Ia bukan saja merangkul dan sembunyi di balik tubuh induknya tapi juga gemetar. “Buuu, aku sangat takut. Takut sekali,” ucapnya sambil terus memejamkan mata. 

“Sabar, anakku,” ucapnya sambil terus membelai. “Itu cuma petir. Itu tanda ketiga kalau yang kita tunggu tak lama lagi datang! Keluarlah. Pandangi tanda-tanda yang tampak menakutkan itu. Bersyukurlah, karena hujan tak lama lagi datang,” ungkap sang induk katak begitu tenang. 

Anak katak itu mulai keluar dari balik tubuh induknya. Ia mencoba mendongak, memandangi langit yang hitam, angin yang meliuk-liukkan dahan, dan sambaran petir yang begitu menyilaukan. Tiba-tiba, ia berteriak kencang, “Ibu, hujan datang. Hujan datang! Horeeee!”